Walah, 45 dari 100 Anak Pernah Kawin

Walah, 45 dari 100 Anak Pernah Kawin

Pernikahan dini, bukan cintanya yang terlarang. Hanya waktu saja yang belum tepat... Annette Edoarda baru berusia tiga tahun. Ketika itu Agnes Monica sudah menyanyikan original sound track (OST) sinetron Pernikahan Dini. Drama layar kaca yang mulai ditayangkan 16 Juni 2001 dan mendapat tempat di hati pemirsanya. Selang 16 tahun kemudian, tepatnya 17 Juni 2017, giliran Annete yang berkibar. Ia membintangi ”Kecil-kecil Mikir Jadi Manten” (KKJM). \"\"Kedua sinetron tersebut mengangkat tema yang kurang lebih sama. Yang satu menikah di usia dini karena ”kecelakaan”, sementara KKJM mengulas seputar perjodohan. Dua-duanya fenomena yang terjadi di kehidupan masyarakat. Masalah yang sama, baik di era milenium sampai generasi Z bersiap ke pelaminan. Pernikahan dini yang masih tinggi bukan masalah sederhana. Ironi di tengah peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang tahun ini berusia 34 tahun. Seperti diketahui, HAN diperingati setiap 23 Juli sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia 44/1984 tanggal 19 Juli 1984. Di tengah peringatan HAN, sejumlah isu kerap jadi bahan publisitas. Salah satunya pernikahan anak. Yang angkanya cukup mengkhawatirkan. Terlebih dampaknya terhadap masa depan anak. Di Provinsi Jawa Barat persentase pernikahan dini anak usia kurang dari 15 tahun sebanyak 7,5 persen dan usia antara 15-19 tahun sebanyak 52,1 persen. Komposisi ini menempatkan Jawa Barat menduduki peringkat kedua nasional. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Jawa Barat 2017, persentase perempuan yang pernah kawin di usia 18 tahun ke bawah diantara 18 kabupaten paling banyak terdapat di  Kabupaten Indramayu yaitu 57,64%, diikuti oleh Kabupaten Cianjur 55,78%, dan Kabupaten Majalengka sebanyak 54,73%. Selanjutnya Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Karawang masing-masing sebanyak 53,44% dan 51,57%. Sementara dari sembilan kota yang ada di Jawa Barat, persentase perempuan yang pernah kawin di usia 18 tahun ke bawah paling banyak terdapat di Kota Banjar yaitu 45,33%, diikuti oleh Kota Sukabumi 36,58%, Kota Tasikmalaya 34,15%, Kota Cirebon 28,74% dan Kota Bandung menduduki peringkat ke-5 dengan persentase sebesar 24,97%. Fungsional Statistisi Ahli Pertama Badan Pusat Statistik Kota Cirebon, Nike Dwi Putri SST dalam artikelnya di Halaman Wacana Radar Cirebon menyebutkan, secara rata-rata untuk wilayah Ciayumajakuning berkontribusi sebesar 44,67 % terhadap persentase perempuan yang pernah kawin usia dibawah 18 tahun di Jawa Barat. Dapat dikatakan bahwa di wilayah Ciayumajakuning dari 100 orang anak perempuan yang berusia di bawah usia 18 tahun terdapat sekitar 45 orang diantaranya pernah kawin. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cirebon, Joni Kasmuri mengamini hal tersebut. Fenomena pernikahan dini di wilayah Ciayumajakuning cukup tinggi. Menurut dia, ketika anak usia dibawah 18 tahun menikah, ini akan merampas hak anak dan perempuan. “Pernikahan dini juga sangat erat dengan tingkat kemisikinan, karena belum siap secara mental dan juga matang secara ekonomi,” ujar Joni, saat berkunjung ke Graha Pena Radar Cirebon. Data yang dihimpun Radar dari Pengadilan Agama Cirebon, pernikahan dini juga disebabkan faktor pergaulan. Tentu ini juga tidak kalah mengkhawatirkan. Kebanyakan memohon dispensasi nikah karena hamil duluan. Ada juga yang disebabkan oleh kekhawatiran orang tua atas pergaulan putra-putrinya yang kelewat jauh. Dalam data tersebut, semester pertama tahun ini terdapat lima pemohon dispensasi nikah. Permohonan dispensasi ini diajukan bila ingin melangsungkan perkawinan tetapi usia calon mempelai kurang dari batas usia yang ditetapkan pada Pasal 7 ayat (1). Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Cirebon, Moch Suyana SEI MHI mengungkapkan, dalam satu bulan setidaknya ada 1-3 pemohon dispensasi. Tetapi jumlah itu tidak merata di setiap bulannya. “Awal Januari ada, Februari ada, tapi setelah itu lowong,” ujarnya. Berdasarkan latar belakangnya, pengajuan dispensasi sebagian besar dikarenakan hamil sebelm menikah dan  hubungan yang membuat orang tua waswas. Sangat jarang permohonan dispensasi diajukan, karena kedua calon mempelai memang dalam kondisi siap. “Bulan ini ada yang konsul minta dispensasi karena sudah taaruf. Tapi yang begini jarang. Banyaknya karena faktor tadi,” katanya. Sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang 1/1974 Tentang Perkawinan (UUP), diatur batas minimum usia perkawinan untuk laki-laki 19 tahun dan wanita 16 tahun. Dalam mengantongi dispensasi kawin pun tak mudah, ada beberapa tahap yang akan dilakukan oleh Pengadilan Agama. Mulai dari persidangan hingga beberapa kali survei. Batas usia menikah sendiri diatur berdasarkan berbagai pertimbangan. Apalagi dasarnya adalah undang-undang. Kesiapan mental tak bisa diukur dari usia, namun faktanya Suyana mengungkapkan, saat ini perkara perceraian mayoritas pasangan berusia di bawah 40 tahun. Atau bahkan memiliki usia dini dalam pernikahan. “Usia masih muda rentan cerai. Ego masih sama-sama tinggi,” katanya. Namun secara umum, usia menikah warga Kota Cirebon ada di level aman. Terutama bila acuannya fertilitas/masa reproduksi. Menurut SUPAS 2015 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata pasangan di Kota Cirebon menikah di usia 22 tahun. Pencapaian ini melebihi target yang dibebankan kepada  Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga berencana (BPMPPKB). Target usia kawin pertama (UKP) sendiri di angka 21 tahun. Kepala Seksi IKAP BPMPPKB Lolok Tiviyanto MSi menjelaskan, UKP sendiri merupakan Umur pertama menikah yang berarti juga saat dimulainya masa reproduksinya pembuahan. Hubungan antara UKP dengan fertilitas adalah negatif. Maksudnya, semakin muda UKP akan semakin panjang masa reproduksinya atau semakin banyak anak yang dilahirkan. HINDARI, BERI KESEMPATAN BERMAIN DAN BELAJAR Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cirebon, Sri Maryati juga berharap semua pihak turut berkontribusi. Sebab, pernikahan bukan hanya sekadar seremoni. Kematangan dalam perjalanan penrikahan menjadi hal yang sangat penting. Menurutnya, anak wajib dilindungi dan didampingi sampai anak tesebut siap untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. \"Sebaiknya anak diberikan kesempatan bermain, belajar, dan berkreativitas. Ia akan menjadi individu yang matang dalam menghadapi kehidupannya kelak,\" paparnya. (apr/myg/jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: